Memiliki usaha Beresiko tapi tidak memiliki Usaha lebih Beresiko
Franchise terpercaya, Lebih dari 200 Cabang di seluruh indonesia

Minggu, 25 Juli 2010

SIKAP PERSAINGAN BISNIS SESUAI SYARIAH

Sekalipun mendatangkan banyak perdebatan, gagasan perdagangan bebas dan persaingan bebas terus bergulir sebagai akibat bangkitnya kegairahan organisasi-organisasi bisnis dan perdagangan dunia. Faktanya, persaingan telah berkembang mengarah pada praktik-praktik persaingan liar yang meng­halalkan segala cara (machiavelistik).
Islam sebagai sebuah aturan hidup yang khas, telah memberikan aturan-­aturannya yang rinci untuk menghindarkan munculnya permasalahan akibat praktik persaingan yang tidak sehat. Minimal ada tiga unsur yang perlu dicermati dalam membahas persaingan bisnis menurut Islam yaitu: (1) pihak­pihak yang bersaing, (2) cara persaingan, dan (3) produk atau jasa yang dipersaingkan.
1. Pihak-Pihak yang Bersaing
Manusia merupakan pusat pengendali persaingan bisnis. Ia akan men­jalankan bisnisnya terkait dengan pandangannya, tentang bisnis yang digeluti­nya. Hal terpenting yang berkaitan dengan faktor manusia adalah segi motivasi dan landasan ketika ia menjalankan praktik bisnisnya, termasuk persaingan yang terjadi di dalamnya.
Bagi seorang muslim, bisnis yang dia lakukan adalah dalam rangka mem­peroleh dan mengembangkan kepemilikan harta. Harta yang dia peroleh ter­sebut adalah rezeki yang merupakan karunia yang telah ditetapkan Allah. Rezeki tidak akan lari ke mana-mana. Bila bukan rezekinya, sekuat apa pun orang mengusahakan, ia tidak akan mendapatkannya. Begitu pun sebaliknya. Seorang manusia tidak akan menemui ajalnya kecuali ia telah dicukupkan atas rezekinya. Tugas kita adalah melakukan usaha untuk mendapatkan rezeki dengan cara yang sebaik-baiknya. Salah satunya dengan jalan berbisnis. kita tidak takut sedikit pun akan kekurangan rezeki atau kehilangan rezeki hanya karena anggapan rezeki itu "diambil" pesaing.
"Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan, hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. " (al-Mulk: 15)
Keyakinan bahwa rezeki semata-mata datang dari Allah SWT akan menjadi kekuatan ruhiyah bagi seorang pebisnis muslim. Keyakinan ini menjadi lan­dasan sikap tawakal yang kokoh dalam berbisnis. Selama berbisnis, seorang muslim senantiasa sandarkan segala sesuatunya kepada Allah. Manakala bisnisnya memenangkan persaingan, bersyukur. Sebaliknya, ketika terpuruk dalam bersaing dan ber­sabar. Intinya, segala keadaan dihadapi dengan sikap positif tanpa mening­galkan hal-hal prinsip yang telah Allah perintahkan kepadanya. Insya Allah perasaan stress atau tertekan semestinya tidak menimpa pebisnis muslim.
Karenanya, seorang muslim akan memandang berbisnis sebagai pelak­sanaan perintah Allah untuk bertebaran di muka bumi dalam mencari karunia­hya. Karena itu, tidak terpikir olehnya untuk menghalalkan segala cara untuk sekadar "memenangkan" persaingan. Baginya, yang disebut persaingan adalah berebut menjadi terbaik. Terbaik di hadapan Allah yang dicapai dengan cara sesuatu rencana untuk tetap setia menaati setiap aturan-Nya dalam berbisnis, sedangkan terbaik di hadapan manusia dengan menjalankan bisnis dengan produk yang bermutu, harga bersaing, dan dengan pelayanan total.
"Dan, Kami jadikan malam im sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan. " (An-Naba’ : 10-11)
Dalam hal kerja, Islam memerintahkan setiap muslim untuk memiliki etos kerja yang tinggi, sebagaimana telah memerintahkan umatnya untuk berlomba­-lomba dalam kebaikan. Dengan landasan ini, persaingan tidak lagi diartikan sebagai usaha mematikan pesaing lainnya, tetapi dilakukan untuk memberikan sesuatu yang terbaik dari usaha bisnisnya.
2. Segi Cara Bersaing
Berbisnis adalah bagian dari muamalah. Karenanya, bisnis juga tidak terlepas dari hukum-hukum yang mengatur masalah muamalah. Karenanya, persaingan bebas yang menghalalkan segala cara dihilangkan karena bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah islami.
Dalam berbisnis, setiap orang akan berhubungan dengan pihak-pihak lain seperti rekanan bisnis dan pesaing bisnis. Sebagai hubungan interpersonal, seorang pebisnis muslim tetap harus berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada mitra bisnisnya. diam saja, tidak mungkin bagi pebisnis muslim bahwa pelayanan terbaik itu diartikan juga memberikan "servis" dengan hal yang dilarang syariah. Pemberian suap untuk memuluskan negosiasi, misalnya, jelas dilarang syariat. Atau, dengan cara memberi umpan perempuan, sebagaimana telah menjadi hal lumrah dalam praktik bisnis sekarang, juga dilarang.
Dalam berhubungan dengan rekanan bisnis, setiap pebisnis muslim haruslah memperhatikan hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan akad-­akad bisnis. Dalam berakad, haruslah sesuai dengan kenyataan tanpa manipulasi. Misalnya saja, memberikan sampel produk dengan kualitas yang sangat baik, padahal produk yang dikirimkan itu memiliki kualitas jelek. Rasulullah saw. memberikan contoh bagaimana bersaing dengan baik. Ketika berdagang, Rasul tidak pernah melakukan usaha untuk menghancurkan pesaing dagangnya. Walaupun ini tidak berarti Rasulullah berdagang seadanya tanpa memperhatikan daya saingnya. Yang beliau lakukan adalah memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dan menyebutkan spesifikasi barang yang dijual dengan jujur termasuk jika ada cacat pada barang tersebut. Secara alami, hal-­hal seperti ini ternyata justru mampu meningkatkan kualitas penjualan dan menarik para pembeli tanpa menghancurkan pedagang lainnya.
Sementara itu, negara harus mampu menjamin terciptanya sistem yang kondusif dalam persaingan. Pemerintah tidak diperkenankan memberikan fasilitas khusus kepada seseorang atau sekelompok bisnis semisal tentang teknologi, informasi pasar, pasokan bahan baku, hak monopoli, atau penghapusan pajak.
3. Produk (Barang dan Jasa) yang Dipersaingkan
Berapa keunggulan baru yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing adalah sebagai berikut.
a. Produk. Produk usaha bisnis yang dipersaingkan baik barang maupun jasa harus halal. Spesifikasinya harus sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen untuk menghindari penipuan. Kualitasnya terjamin dan ber­saing.
b. Harga. Bila ingin memenangkan persaingan, harga produk harus kom­petitif. Dalam hal ini, tidak diperkenankan membanting harga dengan tujuan menjatuhkan pesaing.
c. Tempat. Tempat usaha harus baik, sehat, bersih, dan nyaman. Harus juga dihindarkan melengkapi tempat usaha itu dengan hal-hal yang diharamkan (misalnya gambar porno, minuman keras, dan sebagainya) untuk sekadar menarik pembeli.
d. Pelayanan harus diberikan dengan ramah, tapi tidak boleh dengan cara yang mendekati maksiat. Misalnya, dengan menempatkan perempuan cantik berpakaian seksi.
e. Layanan purna jual merupakan servis yang akan melanggengkan pelanggan. Akan tetapi, ini diberikan dengan cuma-cuma atau sesuai dengan akad.

HIKMAH



Dari penjelasan diatas bisa diambil kesimpulan bahwa dalam bersaing kita sebagai seorang muslim harus melakukan tugas kita. Tugas tersebut adalah melakukan usaha untuk mendapatkan rezeki dengan cara yang sebaik-baiknya. kita tidak takut sedikit pun akan kekurangan rezeki atau kehilangan rezeki hanya karena anggapan rezeki itu "diambil" pesaing. Selama berbisnis, seorang muslim senantiasa sandarkan segala sesuatunya kepada Allah. Segala keadaan dihadapi dengan sikap positif tanpa mening­galkan hal-hal prinsip yang telah Allah perintahkan kepadanya. Terbaik di hadapan Allah adalah yang dicapai dengan cara tetap setia menaati setiap aturan-Nya dalam berbisnis, sedangkan terbaik di hadapan manusia dengan menjalankan bisnis dengan produk yang bermutu, harga bersaing, dan dengan pelayanan total.
Dalam hal kerja, Islam memerintahkan setiap muslim untuk memiliki etos kerja yang tinggi, sebagaimana telah memerintahkan umatnya untuk berlomba­-lomba dalam kebaikan. Sedangkan kita lihat dari Segi cara bersaing adalah persaingan bebas yang menghalalkan segala cara dihilangkan karena bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah Islami. Sebagai hubungan interpersonal, seorang pebisnis muslim tetap harus berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada mitra bisnisnya. Menghindari pemberian suap untuk memuluskan negosiasi, setiap pebisnis muslim haruslah memperhatikan hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan akad-­akad bisnis. Nabi memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dan menyebutkan spesifikasi barang yang dijual dengan jujur termasuk jika ada cacat pada barang tersebut. Selanjutnya adalah kita melihat dari produk (Barang dan Jasa) yang dipersaingkan: Produk harus halal, menghindari penipuan, kualitasnya terjamin dan ber­saing. Harga harus kom­petitif. Tempat usaha harus baik, sehat, bersih, dan nyaman. Pelayanan harus diberikan dengan ramah. Layanan purna jual merupakan servis yang akan melanggengkan pelanggan.
Photobucket