Memiliki usaha Beresiko tapi tidak memiliki Usaha lebih Beresiko
Franchise terpercaya, Lebih dari 200 Cabang di seluruh indonesia

Minggu, 25 Juli 2010

BEKERJA (AMALIAH)

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang Telah diusahakannya. (An-Najm: 39)
Dengan jelas dinyatakan dalam ayat ini bahwa satu-satunya cara untuk menghasilkan sesuatu dari alam adalah dengan bekerja keras. Keberhasilan dan kemajuan manusia dimuka bumi ini tergantung pada usahanya. Semakin keras ia bekerja, maka ia akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia usahakan. Prinsip ini lebih lanjut dijelaskan dalam surat An-Nisa:
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (An-Nisaa’: 32)
Nabi juga sangat menganjurkan untuk bekerja keras seperti dalam sabdaNya:
Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu hidup selamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu meninggal besok. (Al-Hadits)
Hadis ini menjelaskan bahwa harus adanya keseimbangan dalam bekerja baik bekerja untuk dunia ataupun akhirat. Harus bersungguh-sungguh dan bekerja keras untuk dunia dan khusuk dalam beribadah untuk tujuan akhirat. Jadi dalam Islam harus adanya keseimbangan untuk meraih bahagia di dunia dan di akhirat.
Nabi mengharamkan untuk suatu pelecehan untuk pekerjaan tertentu. Yaitu dikarenakan gengsi atau egois tidak sesuai dengan keinginannya atau menganggap rendah suatu pekerjaan. Suatu pekerjaan itu tidak ada yang hina, Nabi mendidik sahabatnya bahwa suatu pekerjaan adalah mulia dan menganggap hina adalah bagi seorang yang bersandar kepada orang lain sedangkan dia sendiri mampu untuk melaksanakannya. Nabi SAW bersabda:
Seorang di antara kamu mengambil tali dan pergi ke gunung untuk mengambil kayu bakar lalu dipikulnya pada punggungnya dan selanjutnya dijualnya serta dengan cara ini ia bisa menghidupkan dirinya. Adalah lebih baik daripada ia meminta-minta kepada manusia, baik manusia itu memberikan ataupun tidak memberikan. (HR. Bukhari dikutip dari Salim, 1987: 453)
Seorang muslim harus memiliki kecakapan (kafa’ah) dan sifat amanah, seseorang dikatakan profesional jika dia selalu bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja. Dia juga memiliki etos kerja (himmatul ‘amal) yang tinggi.
“Tidaklah seorang di antara kamu makan suatu makanan lebih baik daripada memakan dari hasil keringatnya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud as. Memakan dari hasil kerjanya sendiri”. (HR. Bukhari dikutip dari Salim, 1987: 454).
Karena itulah, Allah SWT dan Rasulullah SAW sangat menyukai setiap muslim yang rajin bekerja keras atau mempunyai etos kerja yang tinggi dan mendoakan keberkahan untuknya.
Sesungguhnya, Allah ta’ala senang melihat hambanya bersusah payah (kelelahan) dalam mencari rezki yang halal. (HR. Ad-Dailami dikutip dari Yusanto dan Muhammad, K. W, 2002:115)
Ya Allah! Berikanlah keberkahan kepada umatku, pada usaha yang dilakukan di pagi hari. (HR. Tirmidzi dikutip dari Yusanto dan Muhammad, K. W, 2002:115)
Terlalu cintanya, Rasulullah SAW bahkan pernah “mencium” tangan Sa’ad bin Mu’adz r.a tatkala beliau melihat tangan kasarnya bekas kerja keras, seraya berkata:
“(Ini adalah) dua tangan yang dicintai Allah ta’ala.”
Dalam bekerja seorang muslim harus mempunyai kesehatan yang baik dan keterampilan yang bagus sehingga ia bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik.
1. Kesehatan fisik dan kesehatan moral
Seorang pekerja yang kuat dan sehat lebih efisien dibanding yang lemah dan sakit-sakitan. Demikian pula, seorang pekerja yang jujur dan tekun, yang melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, akan bekerja lebih keras dan lebih rajin dibanding pekerja yang tidak jujur. Sesungguhnya, kejujuran merupakan kualitas manusia yang membuat dirinya sadar sepenuhnya akan tugas dan tanggungjawabnya.
Sifat-sifat pekerja yang jujur diterangkan dalam Al-Quran dalam kisah Nabi Musa:
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya". (Al Qashash: 26)
2. Kesehatan mental
Kesehatan mental, yaitu kecerdasan dan kemampuan rata-rata, adalah faktor penting lainnya yang mempengaruhi efisiensi tenaga kerja. Orang yang pandai dan terampil dapat melakukan pekerjaan dengan lebih baik dibanding yang bodoh dan berotak tumpul. Kualitas ini disebutkan dalam Al-Quran dengan kata-kata:
Berkata Yusuf: "Jadikanlah Aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya Aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". (Yusuf: 55)
3. Antara jaminan rezki dan kewajiban bekerja
Allah Ta’ala menjamin rezki untuk semua makhluk yang berada di muka bumi ini dengan firmanNya:
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. (QS. Huud: 6)
Allah telah menjamin rezki bagi setiap makhluk yang telah diciptakannya di bumi ini. Jadi tugas manusia adalah hanya menjalankan kewajibannya sebagai ciptaannya, berusaha dan bekerja keras untuk mendapatkan karunia Allah SWT. Allah menjadikan pengadaan nikmat nya untuk menunjukkan ketuhanannya atau kerabbaniahnya.
Pemberian nikmat oleh Allah SWT adalah tanda suatu kemuliaan yang Allah karuniakan kepada manusia dibandingkan makhluk-makhluk yang lainnya. Allah juga mengangkat derajat manusia baik itu di darat ataupun di laut. Seperti dalam firmanNya:
Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan. (Al-Israa’: 70)
Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang Telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan. (QS. Al Ahqaf: 19)
4. Bekerja dan kegiatan ekonomi adalah ibadah dan jihad
Bekerja adalah suatu ibadah dan jihad, ibadah jika diniatkan ikhlas karena Allah untuk mendapatkan nikmatnya dan jihad karena bekerja keras untuk mendapatkan rezki yang baik dan halal untuk mempertahankan kehidupan. Bekerja sebagai ibadah dan jihad jika pekerja tersebut bersikap konsisten dengan peraturan yang Allah tentukan, tidak melupakan Tuhan karena kesibukannya dan disertai niat yang suci. Melaksanakan kekhalifahannya dengan sebaik-baiknya, menjaga diri dengan sebaik-baiknya dari kemaksiatan dan untuk meraih tujuan dan cita-cita yang besar. Berbuat baik kepada sesamanya.
5. Etika Dalam Bekerja
a. Seorang muslim adalah seorang pekerja yang cerdas dan terampil (smart-worker), mempunyai disiplin yang tinggi, produktif dan inovatif.
b. Ketekunan dalam bekerja adalah ciri khas seorang muslim yang takwa. Fondasi untuk mencapai ketekunan dalam bekerja yaitu amanat dan ikhlas. Allah dan Rasul-Nya menyukai orang-orang yang tekun bekerja. Produktivitas timbul akibat gabungan dari kerja manusia dan kekayaan bumi yang ada. Bumi diciptakan untuk tempat membanting tulang. Sedangkan manusia adalah yang bekerja di atasnya. Allah berfirman:
Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, (doa hamba-Nya)." (QS. Huud: 61)
c. Dalam berproduksi dibutuhkan ketenangan jiwa dan konsisten agar apa yang dikerjakan dan direncanakan bisa terealisasikan dengan sebaik-baiknya, setiap memberikan suatu keputusan bisa tepat dan adil dan tidak tergesa-gesa. Konsisten dalam menjalankan perintah-perintah agama dan menjauhi apa yang dilarang agama. Semua dilakukan berdasarkan mencari keridhaan Tuhan bukan berdasarkan hawa nafsu, yang akan menjerumuskan manusia ke dalam jurang kesesatan. (Yusuf Qardhawi, 1997)
d. Seorang muslim harus memiliki kecakapan (kafa’ah) dan sifat amanah, seseorang dikatakan profesional jika dia selalu bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja. Dia juga memiliki etos kerja (himmatul ‘amal) yang tinggi. (Yusanto dan Muhammad K.W, 2002)
“Tidaklah seorang di antara kamu makan suatu makanan lebih baik daripada memakan dari hasil keringatnya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud as. Memakan dari hasil kerjanya sendiri”. (HR. Bukhari dikutip dari Salim, 1987: 454)
e. Islam sangat menghargai jika seorang muslim dapat berkarya sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.
f. Mukmin adalah manusia yang paling menghargai waktu. Karena waktu yang dihabiskan akan dipertanggungjawabkan diakhirat nanti.

HIKMAH



Dari penjelasan diatas bisa diambil kesimpulan bahwa dalam bekerja hendaknya seorang muslim mempunyai kesehatan fisik dan kesehatan moral serta mempunyai kesehatan mental. Etika dalam bekerja adalah hendaknya Seorang muslim bekerja dengan cerdas dan terampil (smart-worker), mempunyai disiplin yang tinggi, produktif dan inovatif. Tekun dalam bekerja, karena tekun dalam bekerja adalah ciri khas seorang muslim yang takwa. Produksi dalam suatu bisnis dibutuhkan ketenangan jiwa dan konsisten, dengan ketenangan seorang akan menikmati kehidupan, kedamaian batin dan kelapangan dada. Ketenangan jiwa seperti ini mempunyai dampak positif bagi produktivitas suatu bisnis. Sehingga bisa menghasilkan produk yang memuaskan bagi para konsumen. Seorang muslim harus memiliki kecakapan (kafa’ah) dan sifat amanah, karena dengan kecakapan dan sifat amanah seorang muslim melakukan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan menjaga pekerjaannya dengan baik agar pekerjaannya bisa ia selesaikan tanpa adanya suatu kebohongan. Islam sangat menghargai jika seorang muslim dapat berkarya sesuai dengan kemampuan yang ia miliki. Mukmin adalah manusia yang paling menghargai waktu, karena waktu yang dipakai adalah suatu tanggung jawab yang besar yang akan dipertanggung jawabkan oleh seorang muslim dihari kiamat kelak.
Photobucket